Aku berjalan di sepanjang
jalan ini. Aku berjalan dan terus berjalan tanpa tahu ingin kemana. Tanpa uang,
alat komunikasi atau hiburan. Hanya pakaian dan alas kaki yang aku kenakan. Aku
ini kosong. Pikiranku entah sedang berpikir apa. Hatiku, entah apa yang sedang
dirindukan. Aku ini hampa. Aku berjalan seperti tidak ingin apa-apa. Hiruk
pikuk di jalanan yang aku lewati pun aku tak pedulikan. Aku tidak tahu apa yang
aku inginkan. Aku berjalan tanpa tujuan.
Aku ini hantu tapi aku masih hidup. Tidak ada yang
mempedulikanku, baik itu dari tempat asalku dan di sepanjang jalan yang aku
lewati ini. Aku berjalan melewati banyak orang. Banyak orang menabrak bahuku
seperti mereka tidak melihat keberadaanku. Banyak dari mereka sedang melepon
atau sedang melihat ke arah layar telepon genggam mereka. Aku ini bukan apa-apa
tapi hanya hantu bagi mereka. Untuk apa pula mereka memperhatikanku. Badanku
bisa mereka sentuh tapi tak bisa mereka lihat. Aku ini apa?
Aku melihat anak-anak muda yang entah mereka dididik apa
oleh orang tuanya. Aku percaya bahwa semua orang tua mengajari anak mereka
dengan benar. Aku percaya tidak ada orang tua yang ingin anaknya seperti itu.
Mereka itu masih muda. Diantaranya ada lelaki tapi bukan pria. Mereka berbicara
layaknya seorang perempuan manja, bersikap seperti anak perempuan, membanggakan
pakaian yang mereka pakai. Lalu ada yang perempuan tapi tidak takut untuk
melecehkan diri mereka sendiri di depan laki-laki. Mereka itu terhormat tapi
berpakaian seperti pelacur. Semua bagian yang ingin laki-laki lihat, mereka
pertontonkan. Apa sebenarnya yang mereka mau? Aku tidak mengerti lagi.
Aku lihat sepasang merpati sedang bercinta, indah sekali.
Kontras sekali dengan sepasang kekasih yang sedang bergandengan tangan. Aku
ingat dulu sekali aku mempunyai banyak sekali kekasih. Baik itu simpanan maupun
“cinta sejati”. Apa yang sedang aku pikirkan waktu itu? aku tidak mengerti
kenapa aku mau memadu kasih dengan seorang perempuan yang baru aku kenal selama
satu bulan. Kenapa juga mereka mau denganku. Aku hanya melecehkan mereka dan
mereka dengan senang hati memberikan kehormatan mereka. Demi uang kah? Tetapi
cinta-cinta yang aku dapat hanya bertahan paling lama satu tahun. Aku bosan
dengan mereka.
Aku juga melihat beberapa orang mengendarai kendaraan
mereka yang beroda empat. Aku ingin, dulu sekali aku ingin mempunyai kendaraan
seperti itu. Aku bisa pergi kemanapun aku mau tanpa takut kelelahan karena
berjalan. Aku tidak akan lagi kepanasan, kehujanan dan masuk angin saat aku
memacu kendaraanku dengan kecepatan
tinggi. Kini ketika aku sudah mempunyai banyak kendaraan beroda empat,
aku tidak bisa memacunya dengan kecepatan tinggi, bahkan aku enggan
mengendarainya lagi. Bahan bakar mulai langka, kemacetan dimana-mana; hanya
orang bodoh yang ingin bersusah-susah berkendara seperti itu. Ironisnya, aku
lah orang bodoh yang aku bicarakan.
Jalanan
yang aku lewati semakin kumuh. Pedagang berdagang seenaknya di pinggir trotoar.
Aku berjalan diantara mereka. Aku menabrak roda yang dipakai oleh para pedagang
kaki lima. Akan jadi apa sebenarnya jalanan disini? Kenapa tidak ada aturan
disini? Apa benar tidak ada atau mereka tidak menaati peraturan? Mau jadi apa?
Sudah
sangat lama aku berjalan. Aku berjalan dan berjalan. Ada apa di depan aku tidak
tahu. Aku tidak ingin tahu. Aku hanya mengikuti kemana kakiku ingin berjalan.
Tanpa membawa materi apapun. Akhirnya aku sampai di atas sebuah jembatan
layang. Aku tahu ini jembatan untuk kendaraan, tapi tetap saja kakiku membawaku
berjalan kesini. Dari sini aku bisa melihat setengah isi kota. Indahkah? Tidak.
Kumuh itu kesan pertamaku. Tidak ada indah-indahnya. Kenapa kotaku jadi seperti
ini?
Setelah
diam sejenak, aku kembali berjalan. Aku masih belum menemukan apapun dalam
perjalananku. Aku masih kosong. Masih tidak tahu mau apa? Masih tidak tahu mau
kemana. Aku hanya terus berjalan dan berjalan. Entah bakal kemana kaki ini
membawaku. Tak terasa lapar bahkan haus. Aku terus mencari tahu jawaban itu.
Ada apa denganku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar