“Engga mungkin filenya corrupt.. ”
Sulit aku untuk percaya ternyata semua gambar yang aku ambil malam tadi tidak bisa di lihat lebih jelas. “Eror kali d MC –nya” Klaus mencoba menenangkan. “tapi semalem …. Yasudahlah, mungkin memang eror” dengan nada kecewa. “kita balik aja ke rumah, batere kamera udah abis nih, gue juga belum makan, laper banget. Kalian lagi ngapain si disini ?”
“Kita tu nyari kamu Gikachan, semaleman kamu pergi, taunya tidur di sini”. Itu Ima yang berbicara. Karena aku sudah ditemukan kami kembali ke tempat kami menginap, yaitu tumah bapa Kasmun. Tapi ada yang aneh dengan Meli sebelum kami kembali, dia tidak hentinya menatap kea rah hutan. Kalau saja Klaus tidak menariknya, mungkin dia hanya diam mematung menatap kea rah hutan. Dia pun tidak seperti biasanya, sekarang dia hanya diam seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku tidak berani untuk banyak bicara, karena aku sendiri mengalami malam yang kurang berkesan.
Sampai kami di rumah pa Kasmun, rumah sederhana dengan tembok berwarna hijau dan halaman depan yang luas. Tidak ada pagar di rumah ini, karena itu di sini terasa lebih luas. Dari jalan depan ada jalan setapak yang tersusun dari batu-batu alam seukuran tv 14’ lurus menuju ke teras depan. Tepat 3 batu sebelum teras depan dekat jendela ada pohon belimbing, sayangnya belimbing itu belum matang. Lalu aku berada di teras depan, di sana cukup nyaman, dengan lantai terbuat dari kayu, ada 2 buah kursi dan 1 meja kecil di sana. Lurus dari meja dan kursi tersebut ada sebuah pintu yang tidak terlalu besar. Hanya pintu biasa, terbuat dari kayu dan triplek.
Jika masuk lewat pintu itu, kita langsung berada di ruangan utama, dengan tembok berwarna hijau juga .Sebelah kanan pintu ada 3 buah kursi kayu yang cukup panjang dengan bantalan busa berwarna hijau, mungkin untuk menyesuaikan dengan tembok di dalam dan meja yang tidak terlalu panjang hanya mungkin pas untuk 10 deret piring. Dekat dengan kursi ada sebuah pintu kamar anak pa Kasmun, dan di sebelah kamar itu ada kamar pa kasmun. Sekitar 3meter dari pintu kamar pa Kasmun ada pintu menuju dapur. Sebelah pintu dapur ada sebuah lemari berwarna hitam yang sangat besar, lemari itu memiliki 3 laci, 1 berada di atas 1 berada di atas 1 berada di bawah dan 1 berada di pinggir sebelah kiri. Di tengah-tengah ada sebuah televise tua, satu-satunya hiburan di rumah ini.
Karena semalaman aku tertidur di luar dekat lokasi kebakaran, aku putuskan aku lebih baik mandi. Hal pertama yang aku lakukan sebelum mandi adalah buka baju dulu tapi bukan celana, lalu aku ambil handuk dan seperangkat alat untuk mandi di dalam tas ransel milikku. Lalu aku pergi menuju kamar mandi yang berada di dapur. Sepertinya ritual saat mandi adalah rahasia.
Beres mandi, sudah berpakaian dan sekarang aku sangat kelaparan. Ternyata teman-teman yang lain juga belum makan karena mereka menghawatirkanku (so sweet). Kami putuskan untuk masak dengan chef Kasmun.
“biarkan cowo yang masak sekarang” Klaus yg berbicara. “yakin bisa masak ?” Ima meremehkan. “yakin, ayo Jou ka Gika kita masak..” “apa ? aku ikutan ?” Lutfi sepertinya akan menawar. “iya sekarang kita tunjukin kalo cowo juga bisa masak” Klaus memaksa Lutfi “ayo ka Gika…” “aku nyusul, charge batere dulu..” “Ima Meli nitip laptop ya..” “iya Jou, aku jaga baik baik laptop kamu ini” Meli mulai menggombal.
Sedang pa Kasmun pergi ke halaman belakang untuk mengurus ayam peliharaannya, kami mulai memasak .Oseng-oseng-oseng…. Kontrang-kontrang… brug brug.. auu.. auu (suara gaduh di dapur).
“ada apa si di dapur, pasti pada ga bner deh para pria itu, bntar ya Mel aku liat mereka dulu sekalian mau ambil minum”. Saat Ima masuk kedapur suara berubah menjadi lebih gaduh. Tungtungtang, tingtingtung, srek srek, brug brug…… kurang lebih seperti itulah kegaduhan di dapur saat itu.
Karena di dapur sangat gaduh sejak kedatangan Ima, aku pergi ke ruang depan agar lebih tenang. Sekalian aku cek handphone miliku yang belum aku sentuh sejak datang ke desa ini. Ternyata ada 5 panggilan tidak terjawab dan 33 pesan yang belum aku buka. Ah males juga harus buka, mungkin dari pacarku….. Tapi kan aku tidak punya pacar. Yasudah tidak perlu di bicarakan juga bukan sesuatu yang penting. Aku simpan saja handphone ini dalam saku celana.
Di sana ada Meli yang sedang duduk di kursi yang entah sedang apa dengan laptop Lutfi. Aku hampiri dia dengan penasaran aku lihat sedang apa dia. Ternyata dia sedang melihat hasil poto kemarin karena memang hanya poto semalam saja yang corrupt. Tapi saat aku lihat poto ada 1 file dari poto semalam yang bisa di buka pada saat itu.
“eh putri dodol geser dikit dong, aku mau liat juga”
Tiba-tiba Meli terkejut melihat 1 hasil poto semalam yang bisa di buka saat itu, file itu berjudul “IMG_2575”. Aku perbesar poto itu dan ternyata di sana ada seorang nene di sana, berdiri tepat di depan kamera. Wajahnya sangat pucat, rambutnya putih panjang. Meli yang tidak sanggup melihat poto itu bersembunyi di belakang punggungku sambil menutup matanya dengan tangannya. Dan aku, aku hanya terdiam mematung melihatnya. Dalam pikiranku “apa ini yang aku lihat semalam…..?”. Tiba-tiba poto itu hilang dan ada tulisan “file corrupted” lagi.
Dengan berat aku berkata pada Meli “Mel…. Jangan bilang bilang dulu sama yang lain ya. Biar kita aja yang tau”. Meli hanya mengangguk tanda kalau dia mengerti. “udah mel biasa aja nanti yang lain malah penasaran” dengan berkata pada meli sambil terpaksa tersenyum agar dia tidak terlalu takut. Tapi aku sendiri takut, terlebih aku semalam aku bertemu dengan “yang asli”.
“heh Logika, malah pacaran !! ayo bantuin kita…” Lutfi tiba-tiba melongok dari pintu dapur. “hush !! sopo ning pacaran ??” aku so berbicara bahasa jawa, padahal aku sama sekali tidak mengerti apa-apa tentang bahasa jawa. Lalu sambil berdiri aku bicara lagi pada Meli “inget ya putri Garut, jangan dulu bilang apa-apa ke yang lain soal yang tadi” langsung aku pergi ke dapur menyusul Klaus dan Luti yg sedang memasak, dan sepertinya Klaus mendapat guru memasak yang baik. Dia sedang mendapat theaching klinik dari chef Ima Himawati.
*****
Oke masakan sudah beres, sekarang tinggal makan. Ima yang akhirnya membantu memasak memanggil pa Kasmun yang sepertinya sedang asik dengan ayam-ayamnya. Lalu kami hidangkan masakan hasil kami di meja ruang depan. Hidangan sudah siap, semua orang sudah cuci tangan let’s dig in.
Masakan tidak terlalu buruk hanya saja aku yang suka bercanda terlibat perdebatan tidak penting dengan Ima. Aku bilang “aah gara-gara si Ima ikutan masak rasanya jadi ga enak kan !! hahaha” “ih apa si Gikachan, kalo aku ga bantuin entah gimana rasa masakan kalian”. “udah makan ma makan aja engga usah ribut kaya bebek gitu” Klaus melerai kami “ih Aka !! Gikachannya tuh yang mulai !!” “udah kalian ini kaya anak ayam aja rebut” Lutfi menambahkan.
“eh Budianduk kenapa diem aja ? menghayati makanannya ya ? enak kan ? masakan siapa dulu dong. hehe” aku coba mengajak Meli bercanda “engga pangeran dorokdok, emang masakan siapa gitu ? pasti bukan kamu kan” “tuh kan Gikachan mah !! tadi bilangnya engga enak, sekarang ngaku-ngaku !!” Ima menyela “apa ih Ima, rempong banget deh… aku kan blm beres ngmong”
Pa Kasmun yang melihat tingkah kami hanya tersenyum, entah itu tersenyum karena tingkah kami yang konyol atau entahlah. Perlu diketahui pa Kasmun tinggal sendiri. Istrinya meninggal dunia 2 thun yang lalu, lalu anaknya pergi merantau kenegeri sebrang menjadi seorang TKI. Untuk sekarang kamar anak pa Kasmun yang kosong di tempati oleh oleh Ima dan Meli. Yah mungkin dia merindukan moment berkumpul keluarga seperti sekarang, karena kelihatannya dia sangat senang dengan kedatangan kami.
Bapak Kasmun itu sangat baik pada kami, dia menerima kami seperti ayah menerima anak-anaknya. Pak Kasmun memiliki perawakan tegap tapi tidak terlalu tinggi, karena tingginya hanya sampai setinggi bahuku .Rambut pendek yang sepertinya mulai rontok karena bagian belakang kepalanya sudah botak. Sehari-hari dia memakai kaos lusuh dengan celana bahan berwarna biru tua dan kepalanya selalu memakai peci hitam yang menjadi cirri khas pak Kasmun di desa ini (karena sepertinya hanya dia yang memakai peci itu).
Pekerjaan Pa Kasmun setiap hari adalah mengurus ayam peliharaannya. Dia juga seorang guru sekolah dasar di desanya. Kadang jika ayamnya bertelur dia jual pada tetangga. Mungkin itu cara agar dia bertahan hidup sendiri. Setiap bulan dia juga menerima kiriman uang dari anaknya yg berkerja di negeri sebrang.
Karena makanan sudah habis sepertinya sekarang saatnya untuk tidur. Sementara itu Meli dan Ima mencuci piring, anak rajin. Lalu kita bisa lihat betapa senangnya Klaus dan Lutfi sedang berduaan depan laptop entah apa yang sedang mereka lakukan. Dan aku sendiri terlibat sedikit perbincangan dengan pa Kasmun tentang masa muda pa Kasmun di desa ini. Sampai akhirnya aku merasakan getaran di sekitar celanaku, ternyata ada telepon masuk. Ternyata itu dari temanku.
Dia bertanya apa aku akan ikutan maen basket dengan teman-teman yang lain atau tidak, tapi sayangnya aku sedang berada jauh dari mereka. Jadi “tidak bisa, maaf ya”. Aku tutup telepon dan melanjutkan mengobrol dengan pa Kasmun.
Aku belum berani menceritakan kejadian semalam pada pa Kasmun, karena saat aku menyinggung cerita nene Yasih, expresi muka pa Kasmun berubah. Sepertinya dia tidak ingin membicarakan hal itu. Ya tak apalah, pa Kasmun juga mengganti topik pembicaraan. Dia menceritakan tentang masa kecil anaknya dulu dan seperti apa desa ini 20 tahun yang lalu.
*****
Malam sudah menjelang semua lampu di hidupkan. Sekarang aku sedang berbincang dengan teman-teman tentang apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Niat pertama kita ke sini juga buat menyelidiki tentang cerita nene Yasih. Aku dan Meli tidak menceritakan apa yang kami lihat tadi siang, aku juga tidak menceritakan apa yang aku alami kemarin malam. Karena aku tau mereka tidak akan percaya dengan apa yang aku alami.
Jadi rencananya besok kami akan mewawancarain saksi mata yang “katanya pernah melihat sosok nene Yasih”. Padahal tidak usah repot-repot, di sini juga sudah ada yang pernah melihat langsung. Ah tapi aku tidak ingin menceritakan pada yang lain sebelum aku tau pasti itu bukan hanya ilusi semata. Kami membagi menjadi 2 tim, aku bersama Lutfi sedangkan Klaus bersama Ima dan Meli. Kami putuskan besok pagi kami mulai bekerja.
Oke pagi sudah tiba, shift kerja bulan sudah berakhir sekarang giliran matahari. Tapi kenapa ya ? rasanya pagi sepertinya aku ingin mengeluarkan sesuatu. Ah sudahlah bukan hal yang penting aku bisa melakukan itu sekalian mandi.
Ada 13 orang yang mengaku melihat penampakan kurupuk kulit itu. Karena kamu di bagi dalam 2 kelompok, kami tentukan aku dan Lutfi mewawancarai 6 orang. Lalu sisanya oleh Klaus, Ima dan Meli. Kami berangkat mendatangi para saksi, berjalan di jalanan desa dan berpencar sesuai kelompok yang sudah di tentukan.
“ada yang menarik engga ya nanti di sana ?” aku bergumam pada lutfi “ada nene-nene keriputan hehe, mau kamu ?”
Beberapa langkah aku mulai berbicara lagi pada Lutfi “Jou, kalo cewe muda cakep sama gue ya, kalo nene-nene tua keriputan atau ibu-ibu lu aja yang nanya… oke ? hahaha“ sambil menepuk bahu Lutfi aku terus bicara “heh sob, kalo udah pulang makan surabi yu.. kangen surabi gue. Hahaha” aku terus saja mengoceh.
Lutfi hanya diam mendengar semua ocehanku yang menggangu. Sepertinya memang dia terganggu oleh ocehanku. Setelah beberapa lama kami berjalan kami sampai di tempat orang yang mengaku saksi. Apa mereka serius atau tidak benar-benar melihat penampakan itu aku tidak tahu, karena mereka sepertinya hanya bergurau.
Ada yang bilang melihat nene Yasih terbang dengan sayap dan hinggap di atap rumah warga di sini, ada yang bilang dia sedang bersama ayam di dalam kandang ayam, ada yang bilang nene Yasih sedang berendam di *balong salah seorang warga. Dan yang paling aneh ada yang bilang kalau nene Yasih sedang berkencan dengan hantu lain di jalanan desa naik delman istimewa ia duduk di muka. Apa merekka serius? Semuanya tidak seperti nene Yasih yang pernah aku lihat.
Akhirnya kami sampai pada saksi terakhir. Narasumber terakhir yang akan mengakhiri cerita konyol hari ini. Aku berharap semoga dia lebih serius dari nara sumber lain. Tapi ternyata yang aku dapati tidak sesuai harapan.
“kamu yakin dia saksinya ?” aku berbicara pelan pada Lutfi.
“emang kenapa ka ? iya kata pa kasmun ini yang nama mang Tarman. Emang kenapa ka ?”
Aku tidak yakin kalau saksi ini waras, maksudku dilihat dari penampilannya sepertinya mang Tarman ini punya kelainan. Dia memakai sepatu aneh yg terbuat dari kulit hewan, kulit domba mungkin aku tebak. Celananya dia memakai celana yang sepanjang betis lalu ketat di bagian ujung dan mengembung di bagian paha. Lalu baju yang dia kenakan adalah yang teraneh yang pernh aku lihat dia memkai semacam kulit kambing sebagai bahan baju dalamnya dan karung sebagai rompinya, di rompi-rompi itu tergantung beberapa potong dari macam-macam sayuran seperti wortel;timun;dll.
Kepala memakai semacam ikat kepala berwarna putih dan ada lilin di kanan dan kiri dihimpit oleh ikat kepala. Dan mukanya, mukanya adalah yang paling parah dia mengecat seluruh mukanya dengan warna ungu dengan garis-garis hijau pada matanya, garis biru untuk hidungnya, dan merah untuk bibirnya. Dan warna 2 lingkaran warna merah juga d pipinya.
“apa dia masih waras ?” Cuma itu yang ingin aku tanyakan hanya aku tidak berani untuk bertanya langsung.
Lutfi berbisik “apa dia waras ?”
“lu lihat aja deh sendiri…..”
Kami mulai bertanya pada mang tarman. Mungkin ini adalah hal yang konyol yang aku lakukan “mewawancarai orang gila”. Sebelum kami terlibat pembicaraan serius mang Tarman menyajikan minuman terlebih dahulu.
Mang Tarman membawa 2 buah gelas dan 2 buah kelapa. Tiba-tiba dia menggigit kelapa, mengupas kepala dengan giginya. Aku seperti sedang melihat aksi di TV tapi ini secara langsung di depan mataku. Sesuadah kulitnya terkelupas dia menusuk ujung kelapa itu dengan jarinya, dan air pun keluar dari sana. Lalu dia menuangkan air kelapa itu ke dalam 2 gelas yang dia bawa tadi.
“waw…. Keren-keren pak” aku bertepuk tangan kegirangan seperti anak kecil yang baru melihat pertunjukan topeng monyet, di ikuti oleh Lutfi.
“boleh saya minum airnya pa ?” aku bertanya
“tunggu dulu !!” dia mengeluarkan sebuah tempat air terbuat dari bamboo, lalu dia meneteskan cairan dalam bamboo itu ke dalam air kelapa, dan air kepala itu berubah jadi kemerahan.
“sekarang kalian boleh minum…” mang Tarman mempersilahkan kami minum.
Kami berdua, aku dan Lutfi sesaat memandangi air kelapa dalam gelas tersebut. “engga sopan kalo engga diminum” aku berbisik lalu meminum air kelapa itu tanpa piker panjang.
“itu ramuan untuk memperpanjang kelaki-lakian. hohoho” mang Tarman berbicara
Aku menyembur…..
“untung belum di minum” sambil tersenyum Lutfi berbicara.
“tidak bapa Cuma bercanda, itu minuman untuk mengusir roh jahat dari dalam tubuh kalian” mang Tarman mulai serius.
“itu dalam tabung apa pa ?” Tanya Lutfi
“ini ramua rahasia untuk mengusir setan. Hohoho”
Tanpa berlama-lama lagi aku langsung saja bertanya “tentang nene Yasih, katanya bapa pernah liat penampakannya ? itu gimana ceritanya ?” Tiba-tiba wajah mang Tarman berubah, dia sepertinya akan melakukan hal yang waras sekarang.
Tapi tiba-tiba dia berteriak.. “HOOOOOOOOOOOOOO……..!!!!!!” langsung membuka bajunya. Aku tidak tau apa itu di buat-buat atau tidak tapi “damn” ada bekas telapak tangan di dada mang Tarman. Mang tarman berdiri dia mendekat pada kami berdua
“waw, pasti cewe bapa maennya kasar ya ?” tanyaku.
“ini bekas tangan tangan dari nene Yasih” mang Tarman berbicara dengan suara yang keras dan nada yang menyeramkan dan cukup mengagetkan kami.
Lalu dia duduk kembali di tempat duduknya semula. Sambil memakai baju dia menceritakan semuanya pada kami. Sekarang dia berbicara serius bercerita tentang pengalamannya saat dia bertemu penampakan nene Yasih. Aku dan Lutfi mulai serius juga mendengarkan.
Setelah sekian lama dia berbicara, akhirnya semuanya selelsai. Inti dari cerita mang Tarman adalah sebagai berikut. Saat itu malam hari, mang Tarman sedang melakukan satu ritual gilanya seperti biasa di dalam hutan di semacam pohon besar yang di keramatkan, kalau tidak salah dia . Lalu dia melihat ada sebuah bayangan melintas yang dia kira seorang warga yang mengganggu karena bayangan itu kabur setelah mang Tarman melihatnya. Mang Tarman mengejarnya hingga dia tak merasa sudah berada di puing-puing bekas rumah nene Yasih.
Di puing-puing itu dia tidak melihat apa-apa, dia mendengar suara dari arah belakangnya. Dia menengok tapi tidak ada siapa-siapa. Saat dia berbalik untuk kembali ke tempat ritualnya tiba-tiba dia seperti terdorong tepat di dadanya dia merasakan dorongan tersebut. Mang Tarman terpental mungkin sejauh 5meter (dia yang mengitungnya) dan saat itu dia pingsan hingga pagi hari beberapa warga membangunkannya.
Mendengar cerita itu aku hanya diam, mencoba mengingat kejadian yang menimpaku malam itu. Sampai aku tidak sadar Lutfi mengajakku untuk pulang.
“Ka, ayo pulang.. ngelamun aja” sambil menepuk bahuku.
“iya iya” aku segera bangun.
AKhirnya kami selesai mewawancarai orang gila itu. Sebelum kami pulang kami sempat berfoto dengan orang gila itu. Untung saat meninggalkan rumah mang Tarman, dia tidak melakukan ritual apa-apa untuk “mengusir setan”. Kami berjalan kembali ke rumah pa Kasmun tempat kami menginap.
“itu orang yang paling gila yang pernah aku temui….” Aku berbicara dengan nada pelan.
“kamu juga engga kalah gila dari itu ka” Lutfi membalas.
“bisa aja lu mujinya. Hahahaha” aku tertawa.
Sambil berjalan aku berpikir “mungkin orang gila ini yang paling bener” ceritanya memang hamper mirip denganku waktu malam itu.
Setelah lama berjalan kami akhirnya sampai di rumah tempat menginap surga kampung ini, “rumah pa Kasmun”. Tiba di rumah pa Kasmun aku langsung tidur di kursi ruangan depan. Cape juga ngadepin 6 orang gila. Tidur sebentar untuk memulihkan tenaga yang sudah terkuras.
Pukul 19.00 waktu setempat aku dibangunkan oleh Ima. Padahal aku masih ingin tidur sampai hari esok tapi apa boleh buat. Aku langsung pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Di kamar mandi aku sempat bercanda dengan berbicara keras “wahai kau Air yang agung, bolehkan aku membasuhkan kau pada mukaku yang hina ini !! jawab wahai air yang agung”.
“Logikarung ngapain sih ?” Meli berbicara sambil menggedor pintu kamar mandi.
“aku lagi rituil mengusir kejelekan, biar engga kelihatan tua kaya kamu. Hahaha” lalu aku meneruskan *ritualku “wahai kau kloset yang bijak biarlah tubuhku ini untuk sesaat jongkok di atasmu”
“ih Gikachan engga waras” aku mendengar suara Ima di lanjut oleh Lutfi “dia ketularan narasumber tadi kali”
“kita tunggu di depan, buat ngomongin hasil wawancara tadi” sepertinya itu Klaus yang berbicara.
“oke oke..” balasku “udah tungguin aja di depan aku lagi berjuang nih”
Sekitar 5 menit kemudian aku keluar dari kamar mandi. Lalu aku mendatangi teman-teman yang sepertinya mereka sedang melihat kearah luar rumah dengan pa Kasmun. Aku keheranan apa yang mereka lihat di luar. Tatapan mereka seperti sedang melihat hantu.
“ada apa ? kenapa pada diem ?” aku bertanya pada Klaus
Saat aku lihat keluar ternyata ada seorang yang sedang diam menatap kea rah rumah pa Kasmun dan sepertinya dia sedang marah atau entahlah. Tapi sepertinya aku tau siapa orang itu. Tidak asing lagi, itu seperti…………..
“MANG TARMAN"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar