Senin, Juli 22, 2013

Tarian Angkasa

Rini adalah seorang perempuan yang paling pintar, baik, rajin, ceria dan berbakat yang pernah ku temui. Dia adalah perempuan yang lugu yang tidak akan menyerah dalam melakukan sesuatu. Untuk ukuran perempuan, tubuhnya sangat indah; tinggi, ramping, kaki jenjang sangat sempurna. Wajahnya pun cantik dengan tahi lalat mungil di sebelah kiri bawah bibir dan rambutnya yang panjang bergelombang membuat setiap lelaki terpesona saat melihatnya. Tapi, walaupun dia sangat menawan, dia tidak terlalu tertarik untuk menjadikan seseorang kekasihnya. Karena dia punya satu cita-cita yang ingin dia wujudkan sebelum dia memikirkan tentang kesenangan dirinya sendiri. Satu cita-cita mulianya yaitu, dia ingin membahagiakan ibunya yang telah merawatnya dari dulu.
                Dari semua kesempurnaannya, Rini memiliki beberapa kekuarangan. Yah, beberapa kekurangan yang membuat dia kurang sempurna. Dia itu kadang ceroboh, tidak bisa memasak dan kamar tidurnya selalu berantakan karena dia jarang sekali membereskannya yang akhirnya aku yang selalu membersihkan kamar tidurnya. Kenapa aku bisa tahu semua tentang Rini? Itu karena aku adalah temannya dari sejak kami masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
                Saat aku masih SD, Rini selalu menolongku saat aku di olok-olok oleh anak-anak lain di sekolah. Dia kadang mengancam anak-anak itu dengan membawa ranting pohon yang jatuh agar mereka berhenti mengolok-olok aku. Tapi, ya namanya juga anak-anak mereka masih melanjutkan menggangguku dan saat itulah Rini selalu ada untuk melindungiku. Karena hal itulah kami menjadi sahabat. Selain karena kejadian waktu SD itu, rumah kami juga sangat dekat dan kami sering bermain ke rumah satu sama lain.
                Dia juga sangat baik kepada orang lain, orang lain yang aku maksud benar-benar orang lain yang dia tidak kenal. Dia baik pada semua orang. Pernah dia menolong seorang ibu-ibu yang kesusahan di pasar yang sedang membawa banyak sekali kantong belanjaan. Tanpa pikir panjang dia membawakan kantong belanjaan itu sampai ibu itu naik beca untuk pulang. Tapi dia menolak saat ibu itu memberinya uang. Memang dia itu orang yang aneh, orang aneh yang baik.
                Rini juga sangat suka menari. Dia sangat berbakat dalam hal menari. Aku tidak pernah terlewat setiap pagelarannya. Dia tidak pernah gagal membuat aku terpukau dengan pertuntukannya. Indah sekali setiap aku melihatnya menari. Tiap gerakannya, lekukan tubuhnya tak henti membuatku kagum dengan gemulai tarian yang dia lakukan.
                Dari kecil dia memang ingin menjadi seorang penari profesional. Ibunya memasukan dia ke sebuah sanggar tari saat masih kelas tiga SD. Pertunjukan pertamanya saat itu, dia menari tarian tradisional Sunda yaitu Jaipong. Aku terpana saat itu. Hal itu juga memotivasi aku untuk belajar lebih dari hal yang aku sukai seperti dia, yaitu memasak.
                Setiap masakanku selalu dia komentari hingga akhirnya dia mengatakan satu kata “Lezat” tanpa komentar apapun dengan senyum manisnya yang khas. Dia juga yang mendukungku untuk melanjutkan sekolah ke sekolah memasak. Kami juga sering bercanda tentang aku yang harus membuat sebuah restaurant bernama “Rini’s”. Aku selalu bertanya kenapa harus itu nama restaurantnya. Dia selalu menjawab “karena aku yang memberimu ide agar kamu membuat tempat makan.” Kami selalu mentertawakan pembicaraan itu.
                Sayang sekali, satu waktu keceriaannya itu menghilang karena saat SMP kelas tiga, Ayah Rini harus pergi meninggalkan dia dan ibunya kembali pada sang pencipta. Ayahnya meninggal karena kecelakaan di tempat kerja. Lalu uang kompensasinya di gunakan oleh Ibunya untuk modal usaha yang bisa membuat Rini dan Ibunya bertahan. Dia mulai berkerja saat masuk ke SMA, dari pukul 6 sampai 10malam dia berkerja paruh waktu di sebuah tempat makan menjadi pelayan.
                Aku ingin sekali membantu Rini, karena keluargaku tidak terlalu kesulitan uang dan aku selalu mempunyai uang lebih. Tapi dia tidak akan menerima bantuan yang hanya begitu saja di berikan. Rini suka sekali pelajaran matematika dan aku tidak terlalu pintar dalam pelajaran itu. Jadi aku meminta Rini memberiku les private matematika.
                Setelah lulus SMA, Rini melanjutkan ke sekolah tari yang tak terlalu jauh dari rumahnya agar dia masih bisa membantu ibunya sedangkan aku atas anjuran dia, aku masuk sekolah memasak di luar kota. Sekali kami saling berkirim pesan SMS. Dia mengiriku pesan kalau di sekolah  tarinya akan ada pagelaran berjudul “Tarian Angkasa” dan audisinya diadakan sebentar lagi. Dia juga bilang kalau dia “akan berlatih dengan keras untuk audisi itu” dan aku sangat mengenalnya, dia benar-benar akan berlatih keras untuk itu. Mengkin setiap hari dia akan terus berlatih dan mungkin saat bekerja pun dia pasti melatihnya sampai di rumah pun mungkin dia akan terus melatih tariannya itu. Aku hanya berkata padanya “jangan sampai kurang istirahat” dan dia jawab “tidak usah khawatir”.
                Saat libur, aku pulang ke kota asalku untuk menjenguk orang tua dan bertemu Rini. Saat itu satu hari sebelum audisi di mulai, Rini memperlihatkan hasil latihannya padaku. Saat itu aku seperti melihat malailkat menari di depanku, keindahannya membuat mataku tidak berkedip sekalipun. Aku tahu aku selalu terpana melihat dia menari, tapi tarian ini, tarian yang dia lakukan lebih indah dari tariannya yang lainnya. Lekukan tubuhnya dan auranya saat menari membuat mataku tak ingin berpaling walau hanya sekejap mata. Sampai tarian itu selesai aku tidak berhenti menatapnya dengan kagum hingga aku di sadarkan dari hipnotis tariannya itu. Dia pasti berhasil dengan tarian seperti itu.
                Rini menceritakan kalau pagelaran Tarian Angkasa itu bercerita tentang seorang putri yang senang menari tapi putri itu dilarang menari oleh ayahnya karena kutukan dari seorang penyihir yang benci akan keanggunan sang putri ketika dia menari. Kutukan yang akan membuat sang putri mati dan menjadi seekor burung jika dia menari kembali. Kecintaannya untuk menari mengalahkan ketakutannya akan kutukan, dia bersedia menerima kutukan menjadi burung daripada tidak bisa menari. Dia akan lebih bebas menari di angkasa sebagai burung daripada harus selamanya terdiam. Lalu dia mengatakan “mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama seperti putri itu. Sedih sekali kalau aku tidak bisa menari lagi.” Saat itu aku terdiam melihat ke arahnya dan aku melihat air mata turun di pipinya.
                Keesokan harinya kami berpisah karena Rini harus mengikuti audisi itu dan aku kembali ke kota tempat sekolah memasakku. Sebelum berpisah kami bertemu dan berteriak tentang impian kami. Dia meneriakan “aku akan menjadi penari profesional dan membuat ibuku bahagia”. Lalu kami berpisah untuk menggapai impian masing-masing.
  &nbsp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar