Kamis, Desember 22, 2011

identity crisis

Desember 2011—di hari-hari sebelumnya saya sudah mendaftarkan diri saya dan teman kelas saya untuk tes yang akan menunjukan skill bahasa inggris kami. Waktu itu, saat daftar sekitar jam 3 sore. Banyak pendaftar lain jadi aja harus ngantri lama. Karena saya orangnya tidak suka mengantri saya sengaja menunggu untuk jadi yang terakhir karena emang banyak orang yg harus saya daftarkan. Kasihan juga yang lain kalau harus nunggu saya yang daftarin banyak orang. Lalu giliran saya daftar. Saya kasih poto teman-teman saya yang masing-masing udah kumpulin 2 buah sama potocopy kartu identitas. Lalu si bapa receptionist nempelin masing-masing satu dari poto setiap orang di semacam buku tamu gitu. Saya tulis nama teman kelas saya yang alhamdulilah saya ingat. Tapi saya tidak isi tanggal lahir, alamat, dan nomer telepon mereka karena saya tidak tau.

“ini harus di isi, a. Kalau engga di isi nanti engga akan kecetak di sininya.” Kata receptionist.

Sebenernya saya engga ngerti yang dia maksud engga akan kecetak dimana. Saya bilang “saya engga tau tanggal lahir mereka atau alamat mereka, pa. Karena bukan saya yang melahirkan mereka.”

“Bearti besok datang lebih awal ya?” kata receptionistnya lagi. “nama kamu siapa? Udah isi belum”

“iya bapa nanti saya suruh temen-temen saya.” Saya jawab “nama saya logika pa.”

“yang mana?” bapa itu nanya.

Saya tunjukin ke bapa itu “itu pa paling bawah, yang potonya paling ganteng.”

“oh iya, ini ya” bapa itu jawab. “Isi dulu punya kamu.”

Lalu dengan egoisnya saya isi itu identitas saya sendiri tanpa mikirin teman-teman saya. Semuanya sekarang sudah beres, saya di suruh menunggu untuk mengambil semacam kwitansi yang pastinya banyak sekali. mesin cetaknya payah jadi lama, di tambah si bapa receptionist harus nempelin tiap poto di sana. Ya semuanya kira-kira beres jam setengah 5 lah. Tapi yang penting beres lah.

Keesokan harinya pas test. Testnnya kira-kira jam 9 pagi. Saya datang lebih awal dengan teman-teman kelas saya. Masalah demi masalah muncul. Masalah pertama saya engga bawa pencil. Sedangkan test itu harus pake pencil 2b, dan teman-teman saya juga tidak ada yang bawa pencil. Untung ada teman saya dari kelas lain datang. Kelas dia juga mau tes. Saya tanya dia “apakah kamu punya pencil lebih?” dan dia kasih saya pencil baru yang sama sekali belum di serut. Untung dia ngasih serutan juga ke saya.

Masalah kedua saya engga bawa dompet saya. Emang si engga penting juga saya sebut dompet di sini karena emang engga ada duitnya. Hanya saja di dompet itu ada kartu identitas saya. Pas nama saya di panggil saya serahin kwitansi itu. Lalu saya bilang kalau kartu identitas saya tidak saya bawa. Dan dia bilang “tidak bisa.”

Helloooo.. saya yang kemaren daftar terakhir dan apa sulit untuk mengenali saya? Bapa dengar nama saya dan bapa sempat berinteraksi dengan saya. Orang-orang biasanya mudah mengenali saya karena nama saya yang aneh dan wajah saya yang memang lebih dari orang lain. Dan lagi saya sudah bayar Rp.50.000,-. Untuk saya itu bukan uang yang kecil. Artinya saya harus ikutan lagi minggu depan dan bayar lagi Rp.50.000,-

Dari kejadian ini saya mendapat pelajaran, sekosong apapun dompet kamu jika semua kartu identitas kamu ada di sana, bawalah. Dan cobalah buat mengenali orang yang sempat berinteraksi dengan mereka agar kamu tidak terlihat bodoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar